Pagi Kalbu Menghangatkan

Pagi buta saat langit masih melelapkan binar, ada mimpi yang masih mengawang di kalbu. Berkelana dalam ketidaksadaran untuk sesaat beralih menjauhi dunia. Sejauh mata membentang, sejauh itu gejolak terus berdentum keras sampai ke ujung langit.

“Selamat datang di negeri langit.”, sapa Sang Empunya sambil menyambut hangat dengan kedua telapak tangan terbuka.

Sang mata menatap dan tersenyum manakala sambutan itu menjadi kata pembuka.

“Baca dan cobalah pahami pesan yang tertulis di kertas ini.” , bisik Sang Empunya dengan lembut.

Sang Empunya memberikan secarik kertas pada sang mata yang masih terlihat sayu. Perlahan – lahan dibacanya setiap kata – kata yang terangkai :

Mimpi yang ke 33 di pertemuan acak kita.

Tentunya, bagimu tidaklah mudah untuk menghitung berapa banyak mimpi yang pernah mengawang namun Aku tak pernah salah dalam menghitung. Karena setiap pertemuan kita, Aku selalu menyambutmu hangat dan menitipkan pesan supaya gejolak dalam hatimu mereda, menepi pada waktunya.

33 adalah waktu yang telah kita jalani bersama. Jauh sebelum semuanya tercipta dalam denyut dan hembus, Aku selalu menemanimu di setiap musim.

Mungkin, waktu yang pernah terlewati tak semuanya indah, ada yang masih menyisakan tanda tanya misteri. Tapi, hendaklah misteri itu menjadi jembatan yang meskipun bukan jalan yang terbaik, tapi ini adalah jalan satu – satunya untuk melanjutkan perjalanan.

Teruslah berjalan! Supaya dunia yang masih kau pijak, kembali bersinar dan berbinar dengan cara yang ajaib. Karena setiap pertemuan kita, Aku selalu menyambutmu hangat dan menitipkan pesan supaya apapun yang terjadi, kau tak akan pernah tersesat.

Dering alarm memberi sinyal, mengalirkan daya sengat luar biasa. Mengagetkan. Membangunkan peluk di pelupuk mimpi. Dengan cara yang ajaib, pesan itu tersampaikan.

Saat mata terbuka, sinar mentari telah menyusup masuk menembus tirai, menghangatkan dengan caranya…

-ie-

6 comments

Leave a comment